secretsafebooks.com – Kalau kamu penggemar film gangster, pasti sudah tidak asing dengan nama Al Capone. Tokoh legendaris yang dikenal kejam, cerdas, dan licin dalam dunia kejahatan Amerika ini akhirnya diangkat ke layar lebar dalam film Capone. Tapi, jangan buru-buru mengira ini akan jadi kisah penuh aksi dan tembakan. Justru sebaliknya, film Capone menawarkan sudut pandang yang sangat berbeda—dan mungkin tidak semua orang siap menerimanya.

Baca Juga: 10 Film yang Diadaptasi dari Novel Terbaik yang Wajib Ditonton

Menyelami Film Capone

Kisah akhir kehidupan sang gangster

Bukan soal kejayaan di masa lalu atau perang antar geng, film Capone justru berfokus pada masa-masa terakhir hidup Al Capone. Film ini dirilis pada tahun 2020 dan disutradarai oleh Josh Trank. Yang membuatnya menarik, ini bukan film biografi biasa. Trank memilih untuk menampilkan Capone saat sudah tua, setelah keluar dari penjara, tinggal di rumah mewah di Florida, dan dihantui oleh penyakit neurosifilis yang menggerogoti ingatannya.

Dalam film Capone, kita melihat sosok yang dulunya ditakuti banyak orang kini berubah menjadi pria tua yang linglung, kadang bicara sendiri, bahkan buang air sembarangan. Ini jelas bukan potret gangster glamor seperti biasanya. Film ini mencoba menampilkan sisi manusiawi, rapuh, dan menyedihkan dari sosok yang dulu dikenal begitu kejam.

Tom Hardy dan transformasi fisik yang ekstrem

Bintang utama film Capone adalah Tom Hardy. Aktor asal Inggris ini memang dikenal total kalau sedang memerankan karakter. Dari mulai suaranya yang serak-serak basah, gerak-geriknya yang kaku, hingga mimik wajah yang berubah total, Hardy benar-benar tenggelam dalam perannya sebagai Capone yang sudah menua dan sakit-sakitan.

Banyak orang mungkin merasa akting Hardy terasa berlebihan. Tapi kalau dilihat dari sisi artistik, justru itulah kekuatan film Capone. Dia berhasil menghidupkan sosok Al Capone bukan sebagai legenda, tapi sebagai manusia yang hancur, terasing, dan perlahan dilupakan.

Baca Juga: Godzilla Minus One: Antara Tugas Dan Cinta

Tema yang Tidak Biasa

Gangster yang kehilangan semuanya

Biasanya, film gangster menggambarkan kehidupan penuh aksi. Tapi film Capone membalik semua ekspektasi itu. Di sini, tidak ada lagi geng, tembak-tembakan, atau perebutan kekuasaan. Yang ada hanyalah seorang pria tua yang makin hari makin kehilangan kendali atas pikirannya sendiri.

Bayangkan, seseorang yang pernah jadi raja dunia bawah tanah Chicago, kini cuma bisa duduk di kursi roda, berbicara ngawur, dan curiga pada siapa pun di sekitarnya. Film Capone berhasil memperlihatkan betapa cepat dan brutalnya waktu menggerus kejayaan seseorang.

Antara realita dan halusinasi

Hal lain yang membuat film Capone terasa unik adalah cara ceritanya dibawakan. Banyak adegan yang membingungkan karena kita tidak bisa membedakan mana kenyataan dan mana delusi. Capone sering berhalusinasi tentang masa lalunya. Kadang ia bicara dengan orang yang sudah meninggal, atau mengingat kembali momen-momen kejam yang dulu dia lakukan.

Pendekatan ini bikin penonton merasa tidak nyaman, tapi justru itulah tujuan filmnya. Kita diajak masuk ke dalam kepala Al Capone yang rusak. Semua kekacauan mental itu divisualisasikan dengan gaya surealis yang kadang bikin merinding, kadang bikin bingung, tapi tetap menarik.

Reaksi Penonton dan Kritikus

Film Capone bukan untuk semua orang

Sejak awal perilisannya, film Capone menuai reaksi beragam. Ada yang memuji keberanian Josh Trank dalam mengambil sudut pandang yang tidak biasa. Tapi tidak sedikit juga yang merasa film ini terlalu aneh dan lambat. Beberapa bahkan menganggap film Capone gagal karena tidak menyuguhkan cerita gangster klasik yang dinanti-nanti.

Namun, kalau kamu datang dengan harapan ingin melihat sisi gelap dari seorang legenda yang terlupakan, film ini akan memberikan pengalaman yang berbeda. Ini bukan film yang fokus pada sejarah Al Capone secara lengkap, tapi lebih pada studi karakter yang kompleks.

Penampilan Tom Hardy jadi sorotan utama

Meski ceritanya terbilang sulit dicerna bagi sebagian penonton, hampir semua sepakat bahwa penampilan Tom Hardy di film Capone layak diacungi jempol. Dia benar-benar menciptakan sosok yang menyeramkan sekaligus menyedihkan.

Cara dia berjalan terseok, cara dia menatap kosong, dan suara seraknya saat bicara, semuanya menciptakan atmosfer yang suram. Bahkan ketika tidak ada dialog sekalipun, ekspresi wajah Hardy bisa menyampaikan kehancuran mental dan fisik yang diderita tokohnya.

Nuansa Visual dan Atmosfer

Sinematografi yang kelam dan suram

Secara visual, film Capone punya gaya yang cenderung gelap dan muram. Banyak adegan yang diambil dalam ruangan tertutup, dengan cahaya minim. Ini sengaja dilakukan untuk mencerminkan isi kepala Capone yang makin kabur.

Latar rumah mewahnya di Florida pun tak banyak memberi kesan nyaman. Justru rumah itu terasa seperti penjara mewah tempat Capone perlahan kehilangan jati dirinya. Suasana ini didukung oleh tata suara yang kadang pelan tapi mendadak bising, ikut menggambarkan kekacauan dalam pikirannya.

Simbolisme dan pesan tersembunyi

Selain sekadar cerita, film Capone juga dipenuhi simbolisme. Misalnya, ada adegan Capone membawa wortel seperti senapan mesin. Ini mungkin terlihat lucu, tapi punya makna dalam. Di satu sisi, itu menunjukkan betapa rusaknya pikirannya. Di sisi lain, itu sindiran bahwa dulu Capone dikenal sebagai sosok mematikan, tapi kini dia bahkan tidak bisa membedakan antara sayuran dan senjata.

Simbolisme semacam ini tersebar di sepanjang film. Dan buat kamu yang suka menganalisis film, ini bisa jadi bahan diskusi menarik.

Film Capone vs Film Gangster Lain

Beda dari The Godfather atau Scarface

Kalau kamu terbiasa nonton film seperti The Godfather atau Scarface, maka film Capone mungkin akan mengejutkan. Di film-film klasik itu, kita biasanya disuguhi perkembangan karakter dari nol sampai puncak, lalu jatuh karena keserakahan atau pengkhianatan.

Tapi dalam film Capone, kita langsung masuk ke bagian jatuhnya. Tidak ada kejayaan. Tidak ada romansa kejahatan. Hanya ada kehancuran. Ini bisa jadi mengecewakan buat penggemar gangster movie pada umumnya, tapi di sisi lain, ini juga menunjukkan bahwa kisah kriminal tidak selalu glamor.

Fokus pada kemanusiaan

Yang membedakan film Capone adalah keberaniannya untuk menunjukkan sisi manusia dari seorang tokoh jahat. Ya, Capone dikenal sebagai penjahat besar. Tapi film ini bertanya, “Apa jadinya ketika seorang legenda itu sendiri tidak lagi tahu siapa dia?”

Pertanyaan seperti ini bikin kita sebagai penonton ikut merenung. Apakah kejahatan bisa terhapus oleh waktu? Atau justru waktu itu sendiri adalah hukuman paling kejam?

Fakta Menarik di Balik Film Capone

Diangkat dari kisah nyata

Meski banyak adegan yang diwarnai halusinasi, film Capone tetap punya dasar sejarah. Al Capone memang menderita sifilis yang menyerang otaknya. Ia benar-benar hidup di rumah mewah di Palm Island, Florida, dan menghabiskan sisa hidupnya dalam kondisi mental yang memburuk.

Fakta ini sering kali dilupakan karena orang lebih fokus pada masa kejayaannya. Tapi justru bagian akhir inilah yang paling manusiawi dan menyedihkan. Dan itulah yang coba ditonjolkan dalam film Capone.

Disutradarai oleh Josh Trank

Josh Trank dikenal lewat film Chronicle dan sempat dapat sorotan negatif karena Fantastic Four versi 2015. Setelah kegagalan itu, film Capone jadi semacam proyek personal baginya. Ia menulis, menyutradarai, bahkan ikut memproduseri sendiri. Trank ingin membuat sesuatu yang lebih artistik dan jujur, tanpa terjebak formula Hollywood biasa.

Hasilnya memang tak semua orang suka. Tapi sebagai karya yang berani tampil beda, film Capone layak diapresiasi.

By pbnpro

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *