secretsafebooks.com – Kalau kamu suka film dengan tema sejarah, terutama yang menyentuh sisi kelam masa lalu, maka De Oost bisa jadi tontonan yang cukup menggelitik hati dan pikiran. Film ini bukan sekadar hiburan, tapi juga semacam kaca pembesar terhadap masa lalu yang selama ini mungkin banyak orang enggan bahas, apalagi secara terbuka. Nah, lewat de Oost, penonton diajak masuk ke masa agresi militer Belanda di Indonesia dan melihatnya dari sudut yang agak jarang diperlihatkan.

Baca Juga: Alice in Borderland Film Action Survival Yang Menegangkan

Mengenal Film De Oost

Latar belakang yang berani

De Oost, yang kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia artinya Timur, adalah film produksi Belanda yang dirilis tahun 2020. Film ini disutradarai oleh Jim Taihuttu, yang juga punya darah Indonesia. Dari judulnya saja, kita sudah bisa nebak bahwa film ini menyangkut hubungan antara Belanda dan tanah jajahannya yang disebut sebagai “Timur” oleh orang Eropa pada zaman itu. Dan tentu saja, maksudnya adalah Indonesia.

Film ini mengambil latar tahun 1946, tepat setelah Perang Dunia II berakhir. Saat itu, Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya. Tapi pihak Belanda masih belum rela melepas bekas koloni mereka begitu saja. Maka dikirimlah pasukan militer muda Belanda ke Indonesia dalam misi yang disebut sebagai “politionele acties” atau aksi polisi.

Tapi tentu saja, yang disebut aksi polisi itu bukan sekadar menjaga ketertiban. Dalam de Oost, kita bisa melihat bagaimana operasi militer itu lebih terasa seperti invasi terselubung.

Fokus pada karakter utama

De Oost berpusat pada karakter fiksi bernama Johan, seorang tentara muda Belanda yang penuh semangat ketika pertama kali dikirim ke Indonesia. Di awal film, dia digambarkan sebagai pemuda idealis yang percaya kalau misinya di tanah Jawa adalah demi perdamaian dan keadilan.

Tapi seiring waktu, Johan mulai menyadari bahwa kenyataan jauh dari yang dibayangkannya. Ia melihat sendiri kekerasan, penindasan, bahkan penyiksaan yang dilakukan atas nama negara. Dan di situlah konflik batinnya dimulai. De Oost bukan hanya soal perang fisik, tapi juga perang moral dalam diri seorang manusia.

Baca Juga: 10 Film Sci-Fi Terbaik Sepanjang Masa yang Wajib Ditonton

Nuansa dan Gaya Cerita De Oost

Gaya penceritaan yang gelap dan intens

Dari sisi visual dan nuansa, de Oost tampil dengan warna-warna yang cenderung kusam. Banyak adegan diambil dalam suasana terik tropis yang menyengat, penuh debu, dan berkeringat. Ini bukan hanya menggambarkan cuaca Indonesia, tapi juga atmosfer yang panas secara emosional.

Jim Taihuttu sengaja menyusun cerita de Oost dengan tempo yang perlahan. Dia membangun suasana pelan-pelan sampai akhirnya meledak di bagian tengah hingga akhir film. Ada adegan kekerasan yang cukup frontal, dan itu memang dibuat untuk menggambarkan betapa brutalnya situasi saat itu.

Kalau kamu biasa nonton film perang barat yang penuh heroisme, de Oost bisa terasa agak mengejutkan. Film ini tidak romantisasi perang. Justru sebaliknya, ia menguliti sisi gelapnya.

Musik dan suara yang memperkuat cerita

Soundtrack de Oost juga layak dikasih perhatian lebih. Musiknya tidak mendominasi, tapi tahu kapan harus muncul untuk memberi tekanan emosional. Beberapa adegan hening justru terasa lebih kuat karena hanya ditemani suara latar alam atau percakapan yang sangat realistis.

Efek suara ledakan, tembakan, dan jeritan pun terdengar mentah, bukan hasil rekayasa sinematik yang dramatis. Ini semua bikin film de Oost terasa lebih nyata dan mengganggu. Penonton tidak dibuat nyaman, dan itulah memang tujuannya.

Kontroversi yang Mengiringi De Oost

Reaksi keras dari veteran dan sejarawan

Sejak trailer de Oost muncul, reaksi keras langsung berdatangan dari beberapa kalangan di Belanda. Banyak veteran militer yang ikut serta dalam agresi militer merasa film ini melecehkan sejarah dan mencemarkan nama baik tentara Belanda.

Mereka menilai de Oost terlalu menyudutkan pihak Belanda dan memihak narasi Indonesia. Padahal, film ini sebenarnya lebih fokus pada krisis moral yang dialami prajurit biasa, bukan tentang siapa yang benar atau salah secara mutlak.

Ada juga sejarawan yang mengkritik ketepatan sejarah dalam de Oost, tapi banyak pula yang mengapresiasi keberanian film ini untuk mengangkat bagian sejarah yang selama ini jarang dibicarakan secara jujur.

Respons dari masyarakat Indonesia

Di sisi lain, respons dari penonton Indonesia terhadap de Oost juga beragam. Ada yang menganggap ini langkah positif karena akhirnya ada film barat yang menampilkan penderitaan rakyat Indonesia dari kacamata penjajah. Tapi ada juga yang merasa film ini belum cukup menggambarkan kebrutalan Belanda selama masa penjajahan.

Beberapa tokoh sejarah Indonesia bahkan menyebut kalau de Oost hanya menyentuh permukaan. Namun tetap, kehadiran film ini jadi ruang diskusi baru soal sejarah yang selama ini dibungkam atau disimplifikasi.

Pemeran dan Penampilan yang Mengesankan

Martijn Lakemeier sebagai Johan

Aktor muda Martijn Lakemeier tampil sangat meyakinkan sebagai Johan. Transformasinya dari tentara idealis menjadi sosok yang hancur secara psikologis terasa mulus dan penuh emosi. Kamu bisa melihat perubahan itu dari cara dia memandang sekitar, cara dia bicara, bahkan cara dia berjalan.

Lakemeier membawa nuansa tenang tapi dalam pada karakternya. Ia tidak terlalu ekspresif, tapi justru itu yang membuat penampilannya terasa nyata. Ketika dia akhirnya meledak dalam emosi, kita sebagai penonton benar-benar bisa merasakan betapa beratnya beban yang dia pikul.

Marwan Kenzari sebagai Raymond Westerling

Salah satu karakter paling mencolok dalam de Oost adalah Raymond Westerling, komandan pasukan khusus Belanda yang terkenal kejam. Ia diperankan oleh Marwan Kenzari, dan jujur saja, penampilannya bikin bulu kuduk berdiri.

Raymond Westerling digambarkan sebagai tokoh yang karismatik tapi sangat brutal. Ia punya cara bicara yang tenang tapi penuh ancaman. Kenzari berhasil menampilkan sosok Westerling sebagai figur yang kompleks, bukan hanya jahat semata. Dan di sinilah kekuatan de Oost: karakternya tidak dibuat hitam putih, tapi penuh lapisan.

Dampak Budaya dan Edukasi dari De Oost

Membuka ruang dialog soal sejarah

Salah satu hal paling penting dari de Oost adalah keberaniannya untuk membuka ruang diskusi yang selama ini dianggap tabu. Banyak orang Belanda mungkin tumbuh besar tanpa tahu betul apa yang sebenarnya terjadi selama masa kolonial di Indonesia.

Film ini jadi semacam pemantik untuk melihat kembali sejarah dari perspektif yang berbeda. Tidak hanya bagi masyarakat Belanda, tapi juga bagi orang Indonesia untuk meninjau kembali narasi kemerdekaan dan bagaimana kekerasan menjadi bagian dari proses itu.

Menumbuhkan empati lintas bangsa

Lewat de Oost, penonton bisa belajar melihat perang dan kolonialisme tidak hanya dari angka atau data sejarah, tapi dari sisi manusia. Kita bisa memahami bahwa di balik kekuasaan dan ideologi, ada individu-individu yang terseret dalam kekacauan tanpa benar-benar memahami kenapa mereka harus berperang.

Film ini tidak mengajari kita untuk membenci pihak tertentu, tapi lebih mengajak kita merenung. Apa artinya moralitas di tengah konflik bersenjata? Apakah kejahatan bisa dibenarkan hanya karena diperintah? Dan apakah diam berarti setuju?

Lokasi Syuting dan Detail Produksi

Proses syuting di Indonesia

Meski de Oost adalah produksi Belanda, sebagian besar adegannya diambil langsung di Indonesia. Beberapa lokasi syuting berada di Semarang dan sekitarnya. Ini memberikan nuansa yang sangat otentik, dari pemandangan tropis sampai suasana kampung dan hutan.

Tim produksi bekerja sama dengan kru lokal dan juga menggunakan aktor figuran dari Indonesia. Ini membuat de Oost terasa lebih hidup dan realistis. Tidak ada kesan dibuat-buat atau seperti studio yang dipoles sedemikian rupa.

Tantangan selama proses produksi

Jim Taihuttu mengakui bahwa proses pembuatan de Oost penuh tantangan. Selain isu sensitif yang diangkat, mereka juga harus bekerja dalam kondisi alam yang tidak selalu bersahabat. Cuaca panas, logistik yang rumit, dan tekanan dari berbagai pihak jadi bagian dari tantangan produksi.

Tapi semua kerja keras itu terlihat dari hasil akhirnya. De Oost hadir sebagai film perang yang tidak hanya berbicara tentang sejarah, tapi juga tentang rasa bersalah, trauma, dan pencarian makna.

By pbnpro

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *